Fenomena
atau Trendi?
Kaya dikit, selingkuh! Menjadi OKB (orang
kaya baru), eh, hasil korupsi! ‘Mereka’ sadar/enggak lagi make duit Rakyat? Apa lagi atau mengapa terjadi?
Ini laporan mata dan telinga: Belum dapat SPK
(surat perintah kerja), sudah santuni anak yatim; hihi, saya menyebutnya
‘money laundry islami’. Rekayasa
lelang-tender, demi nafkahi keluarga karyawan. Jualan rokok, tapi anti-rokok
dan bisa naik haji.
Kemudian kasus-kasus sedikit ‘diskusi’: Perbanyak berdoa yuk,
tapi korupsi jalan. Lebih afdol
sedekah 50 ribu daripada 500 rupiah. Bukan korupsi, kalau ‘hanya’ 20 %
dari proyek. Anak harus jadi malaikat, biarlah kita jadi setan. Berkah hirup
ti sepuh, berkah harta ti mitoha (berkah
hidup dari orangtua, berkah harta dari mertua).
(Anotasi ‘20 % dari proyek’: seorang junior usul, “Coba
cantumkan dan acc [setujui], 10 –
20 % dari RAB proposal proyek/program, sebagai fee manajemen; jadi tidak disebut atau tidak bakalan
korupsi!” Mantap, Bro!).
Lalu saling bertanya: mengapa menjadi kaya dan mengapa tetap
miskin? Pertanyaan mengapa menjadi kaya, mungkin sudah terjawab oleh tiga alinea
di atas. Soal tetap miskin, seorang kawan pernah berkoar: “Selamat tinggal
kemiskinan!” seraya kepit rokok ‘premium’. Selang tak bertemu, suatu masa kepergok:
heuheu, lagi kepit rokok ‘generik’!
‘Kaya’ itu apa sih? Haruskah kita (muslim) itu menjadi orang
kaya?
Orang
Kaya Itu
Kaya itu, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia):
(1) mempunyai banyak harta (uang dsb); (2) mempunyai banyak (mengandung banyak
dsb); atau (3) (ber)kuasa. Kemudian frasa: ‘kaya hati’ ialah pemurah,
dermawan; ‘kaya raya’ adalah kaya sekali, mempunyai harta (uang dsb)
banyak sekali, miliuner, jutawan.
Sedikit soal hirarki nominal Rupiah: setelah juta
adalah miliar, setelah miliar adalah triliun, dan setelah triliun
adalah ‘tansiliun’! (demi mengenang ‘jasa’ Eddy Tansil
alias Tan Tjoe Hong alias Tan Tju Fuan yang ‘selonong boy’ bawa kabur duit kita, entah ke mana + fakta:
utang RI telah melebihi sekian ribu triliun alias kudu ada nominal/nomenklatur baru).
Silakan selisik (googling): orang kaya menurut Islam, alasan mengapa muslim harus kaya, atau penghambat muslim menjadi kaya. Saya sendiri, sedikitnya men-copas 13 artikel. Ke-13 artikel itu tentu ‘basi’
jika disajikan lagi di sini. Mungkin, saya hanya akan merekap ‘memori’ melalui judul
di atas: “Mengapa Muslim Harus Kaya?”
Seingat saya (kalau lupa, mohon diingatkan, terima kasih):
Nabi Muhammad SAW itu ‘paling’ kaya. Ada ‘kisah’ yang menyebutkan bahwa ada yang
‘berkunjung’ ke rumah Nabi. Ke ‘Aisyah r.a. (radliyallaahu ‘anha),
istrinya, Beliau menyuruh untuk memberi jamuan. ‘Aisyah bilang: “Tidak ada apa-apa
di rumah.” Nabi ingat ada tiga butir buah kurma sisa semalam. Tiga butir buah kurma
itu diberikan.
Hm, jadi teringat lagu Iwan Fals “Seperti Matahari”:
… memberi itu terangkan hati/ seperti matahari/ yang menyinari bumi …; Fals
mengutip nasihat orang-orang ‘suci’.
Soal ‘matahari’ seperti ‘hujan’; mereka memberi tanpa
pamrih alias taat kepada ‘perintah’ Tuhan; mereka profesional, menjalankan
tugasnya tanpa melihat siapa atau apa yang akan mendapat cahaya atau air.
Adapun soal ‘harta’, saya teringat QS 9: 103,
Ambillah zakat (sedekah) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dengan ber-zakat, ‘membersihkan’ hati dari
sifat kikir dsb serta ‘mensucikan’ harta karena dari harta kita ada ‘hak’ orang
lain. Cuma ‘sebagian’ kok; sedikit kok, cuma 2,5 % dari harta
kita; ini pun dari laba, bukan dari omzet! (silakan selisik: ‘tabel zakat’).
Hehe, yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari
kita: Orang kaya itu harus kita jilat; kita kirim proposal; kita jadikan ‘Pembina’
di proposal kegiatan kita; kita ‘dewa’-kan; padahal kita tahu ‘sejarah’-nya
menjadi orang kaya …; maka ‘wajar’ jika di negeri Ratu Elizabeth II, lahir ‘pahlawan’:
Robin Hood!
Kita tidak iri kepada orang kaya. Sama kok moto-nya: “Rajin pangkal pandai, hemat pangkal
kaya.” Persoalannya adalah ‘kesempatan’ (nasib); bahasa agama: ‘takdir’. Silakan
mau dari perspektif agama apa; kalau dari Islam: orang kaya itu lebih tahu
bahwa akan ditanya dari mana dan ke mana hartanya itu?
Karena muslim ‘sepakat’ bahwa orang paling kaya di Islam
itu Nabi Muhammad SAW, mungkin kita tinggal meniru Beliau seperti menjelma UHRA
(QS 33: 21 dan 21: 107). Inilah yang jadi persoalan, banyak orang kaya di kita
kalau sudah ‘duduk’ (baca: menjadi
uswah hasanah), lupa ‘berdiri’
(baca: menjadi rahmatan lil ’aalamiin)!
Memang hak dia; harta … harta dia kok; kita kok
usil?!
Hipotesis
Solusi
Hidup ‘normal’ butuh duit. Kerja butuh duit. Dakwah butuh
duit. Duit itu solusi, bahkan seperti menjadi ‘tuhan’ di setiap ruwak (ruang
dan waktu) kita! Idem, gara-gara
virus ‘AIDS’: Aku Ingin Duit Sekarang! Tapi: Money can buy
anything, but not everything!
Yuk, kembali ke sejarah: duit sebagai alat pembayaran, pengganti
barter; barteran lagi, yuk? Tetapi: Ember (emang bener), duit itu mempermudah
kita, bahkan tinggal gesek atawa
klik! Nah, menjadi si Kaya atau si Miskin itu pilihan hidup.
Mata-telinga kita sudah ‘penuh’, menjadi saksi, ternyata konglomerat itu orang
‘melarat’ … Olala, tukang becak, pedagang asongan, … itu bisa tersenyum
ikhlas.
Berarti kata kuncinya: qana’ah (kanaah), yakni rela menerima yang diberikan
kepada kita oleh orangtua, atasan, ataupun oleh Allah. Terkandung kata ‘syukur’.
Dalam Islam, jika bersyukur, Allah akan menambah nikmat; jika ingkar, Allah
akan mengazab (QS 14: 7).
Adagium: “Tangan di atas lebih mulia daripada di
bawah”; namun seperti ‘missing-link’ (Sunda: toja’iyah), yaitu harta (pajak/zakat)
jangan beredar di antara orang kaya saja dan ambillah sebagian (zakat/sedekah) dari
harta mereka (QS 59: 7 dan 9: 103, dua perintah Quran) dengan ‘fakta’ bahwa si
Miskin malu mengambil haknya—atau kebalikannya: tidak malu dengan menjadi
pengemis! n.b. etimologi ‘miskin’ dari bahasa Arab: ‘sakana’ (diam); diperparah dengan fenomenologis:
orang miskin ‘dipelihara’ Negara alias ‘diternakkan’, didiamkan, bukan
digerakkan-dibangkitkan menjadi orang kaya. Olala, ternyata ‘Negara’-nya
masih miskin! Lho? Promo-nya
‘kan Negeri gemah ripah,
repeh-rapih, loh jinawi?
Mungkin, missing-link
itu a-silaturahmi, malah ada yang berani mutusin silaturahmi lho (Wow! Watchout, Bray! Silakan googling akibat memutuskan silaturahmi
sebagai salah satu penghambat kita susah kaya), padahal jelas: silaturahmi
itu luaskan rezeki, panjangkan umur (HR Bukhari).
‘Ali bin Abi Thalib r.a. (radliyallaahu ‘anhu)
memberi nasihat: “Mending ilmu, ilmu menjagamu; sedangkan harta, kamu
menjaganya” alias bakal riweuh jadi
orang kaya mah!
Tet tew: mending kaya, mending miskin, BroBray?
Ujungberung, 3 Desember 2017.
Baccarat & Casino | Play with real money online
BalasHapusThe game is a real money online casino that has a lot in 바카라 common with the regular US febcasino casino games, but with the potential for a big payout. Play with 메리트 카지노 주소