Balad OMO

Minggu, 03 Desember 2017

Monolog: Mengapa Muslim Harus Kaya?

Fenomena atau Trendi?

Kaya dikit, selingkuh! Menjadi OKB (orang kaya baru), eh, hasil korupsi! ‘Mereka’ sadar/enggak  lagi make  duit Rakyat? Apa lagi atau mengapa terjadi?

Ini laporan mata dan telinga: Belum dapat SPK (surat perintah kerja), sudah santuni anak yatim; hihi, saya menyebutnya ‘money laundry  islami’. Rekayasa lelang-tender, demi nafkahi keluarga karyawan. Jualan rokok, tapi anti-rokok dan bisa naik haji.

Kemudian kasus-kasus sedikit ‘diskusi’: Perbanyak berdoa yuk, tapi korupsi jalan. Lebih afdol  sedekah 50 ribu daripada 500 rupiah. Bukan korupsi, kalau ‘hanya’ 20 % dari proyek. Anak harus jadi malaikat, biarlah kita jadi setan. Berkah hirup ti sepuh, berkah harta ti mitoha  (berkah hidup dari orangtua, berkah harta dari mertua).

(Anotasi ‘20 % dari proyek’: seorang junior usul, “Coba cantumkan dan acc  [setujui], 10 – 20 % dari RAB proposal proyek/program, sebagai fee  manajemen; jadi tidak disebut atau tidak bakalan  korupsi!” Mantap, Bro!).

Lalu saling bertanya: mengapa menjadi kaya dan mengapa tetap miskin? Pertanyaan mengapa menjadi kaya, mungkin sudah terjawab oleh tiga alinea di atas. Soal tetap miskin, seorang kawan pernah berkoar: “Selamat tinggal kemiskinan!” seraya kepit rokok ‘premium’. Selang tak bertemu, suatu masa kepergok: heuheu, lagi kepit rokok ‘generik’!

‘Kaya’ itu apa sih? Haruskah kita (muslim) itu menjadi orang kaya?

Orang Kaya Itu

Kaya itu, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia): (1) mempunyai banyak harta (uang dsb); (2) mempunyai banyak (mengandung banyak dsb); atau (3) (ber)kuasa. Kemudian frasa: ‘kaya hati’ ialah pemurah, dermawan; ‘kaya raya’ adalah kaya sekali, mempunyai harta (uang dsb) banyak sekali, miliuner, jutawan.

Sedikit soal hirarki nominal Rupiah: setelah juta adalah miliar, setelah miliar adalah triliun, dan setelah triliun adalah ‘tansiliun’! (demi mengenang ‘jasa’ Eddy Tansil  alias Tan Tjoe Hong alias Tan Tju Fuan yang ‘selonong boy’  bawa kabur duit kita, entah ke mana + fakta: utang RI telah melebihi sekian ribu triliun  alias kudu  ada nominal/nomenklatur baru).

Silakan selisik (googling): orang kaya menurut Islam, alasan mengapa muslim harus kaya, atau penghambat muslim menjadi kaya. Saya sendiri, sedikitnya men-copas  13 artikel. Ke-13 artikel itu tentu ‘basi’ jika disajikan lagi di sini. Mungkin, saya hanya akan merekap ‘memori’ melalui judul di atas: “Mengapa Muslim Harus Kaya?”

Seingat saya (kalau lupa, mohon diingatkan, terima kasih): Nabi Muhammad SAW itu ‘paling’ kaya. Ada ‘kisah’ yang menyebutkan bahwa ada yang ‘berkunjung’ ke rumah Nabi. Ke ‘Aisyah r.a. (radliyallaahu ‘anha), istrinya, Beliau menyuruh untuk memberi jamuan. ‘Aisyah bilang: “Tidak ada apa-apa di rumah.” Nabi ingat ada tiga butir buah kurma sisa semalam. Tiga butir buah kurma itu diberikan.

Hm, jadi teringat lagu Iwan Fals “Seperti Matahari”: … memberi itu terangkan hati/ seperti matahari/ yang menyinari bumi …; Fals mengutip nasihat orang-orang ‘suci’.

Soal ‘matahari’ seperti ‘hujan’; mereka memberi tanpa pamrih alias taat kepada ‘perintah’ Tuhan; mereka profesional, menjalankan tugasnya tanpa melihat siapa atau apa yang akan mendapat cahaya atau air.

Adapun soal ‘harta’, saya teringat QS 9: 103, Ambillah zakat (sedekah) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan  dan mensucikan  mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dengan ber-zakat, ‘membersihkan’ hati dari sifat kikir dsb serta ‘mensucikan’ harta karena dari harta kita ada ‘hak’ orang lain. Cuma ‘sebagian’ kok; sedikit kok, cuma 2,5 % dari harta kita; ini pun dari laba, bukan dari omzet! (silakan selisik: ‘tabel zakat’).

Hehe, yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita: Orang kaya itu harus kita jilat; kita kirim proposal; kita jadikan ‘Pembina’ di proposal kegiatan kita; kita ‘dewa’-kan; padahal kita tahu ‘sejarah’-nya menjadi orang kaya …; maka ‘wajar’ jika di negeri Ratu Elizabeth II, lahir ‘pahlawan’: Robin Hood!

Kita tidak iri kepada orang kaya. Sama kok  moto-nya: “Rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya.” Persoalannya adalah ‘kesempatan’ (nasib); bahasa agama: ‘takdir’. Silakan mau dari perspektif agama apa; kalau dari Islam: orang kaya itu lebih tahu bahwa akan ditanya dari mana dan ke mana hartanya itu?

Karena muslim ‘sepakat’ bahwa orang paling kaya di Islam itu Nabi Muhammad SAW, mungkin kita tinggal meniru Beliau seperti menjelma UHRA (QS 33: 21 dan 21: 107). Inilah yang jadi persoalan, banyak orang kaya di kita kalau sudah ‘duduk’  (baca: menjadi uswah hasanah), lupa ‘berdiri’  (baca: menjadi rahmatan lil ’aalamiin)!

Memang hak dia; harta … harta dia kok; kita kok  usil?!

Hipotesis Solusi

Hidup ‘normal’ butuh duit. Kerja butuh duit. Dakwah butuh duit. Duit itu solusi, bahkan seperti menjadi ‘tuhan’ di setiap ruwak (ruang dan waktu) kita!  Idem, gara-gara virus ‘AIDS’: Aku Ingin Duit Sekarang! Tapi: Money can buy anything, but not everything!  Yuk, kembali ke sejarah: duit sebagai alat pembayaran, pengganti barter; barteran lagi, yuk? Tetapi: Ember  (emang bener), duit itu mempermudah kita, bahkan tinggal gesek atawa  klik! Nah, menjadi si Kaya atau si Miskin itu pilihan hidup. Mata-telinga kita sudah ‘penuh’, menjadi saksi, ternyata konglomerat itu orang ‘melarat’ … Olala, tukang becak, pedagang asongan, … itu bisa tersenyum ikhlas.

Berarti kata kuncinya: qana’ah  (kanaah), yakni rela menerima yang diberikan kepada kita oleh orangtua, atasan, ataupun oleh Allah. Terkandung kata ‘syukur’. Dalam Islam, jika bersyukur, Allah akan menambah nikmat; jika ingkar, Allah akan mengazab (QS 14: 7).

Adagium: “Tangan di atas lebih mulia daripada di bawah”;  namun seperti ‘missing-link’  (Sunda: toja’iyah), yaitu harta (pajak/zakat) jangan beredar di antara orang kaya saja dan ambillah sebagian (zakat/sedekah) dari harta mereka (QS 59: 7 dan 9: 103, dua perintah Quran) dengan ‘fakta’ bahwa si Miskin malu mengambil haknya—atau kebalikannya: tidak malu dengan menjadi pengemis! n.b. etimologi ‘miskin’ dari bahasa Arab: ‘sakana’  (diam); diperparah dengan fenomenologis: orang miskin ‘dipelihara’ Negara alias ‘diternakkan’, didiamkan, bukan digerakkan-dibangkitkan menjadi orang kaya. Olala, ternyata ‘Negara’-nya masih miskin! Lho?  Promo-nya ‘kan  Negeri gemah ripah, repeh-rapih, loh jinawi?

Mungkin, missing-link  itu a-silaturahmi, malah ada yang berani mutusin  silaturahmi lho (Wow!  Watchout, Bray! Silakan googling  akibat memutuskan silaturahmi sebagai salah satu penghambat kita susah kaya), padahal jelas: silaturahmi itu luaskan rezeki, panjangkan umur (HR Bukhari).

‘Ali bin Abi Thalib r.a. (radliyallaahu ‘anhu) memberi nasihat: “Mending ilmu, ilmu menjagamu; sedangkan harta, kamu menjaganya” alias bakal riweuh  jadi orang kaya mah!

Tet tew:  mending kaya, mending miskin, BroBray?



Ujungberung, 3 Desember 2017.

1 komentar:

  1. Baccarat & Casino | Play with real money online
    The game is a real money online casino that has a lot in 바카라 common with the regular US febcasino casino games, but with the potential for a big payout. Play with 메리트 카지노 주소

    BalasHapus