Balad OMO

Sabtu, 16 Desember 2017

Ini Mah Rahasia Umum

Bukan Rahasia (lagu Dewa 2002, vokal: Once)
(intro : A E A E)

 A                              E
Bukan rahasia bila segenggam kekuasaan
 A                                    E
Lebih berharga dari sekeranjang kebenaran
 A                              E
Bukan rahasia bila penguasa pun bisa
 A                                    E
Merubah sejarah dan memutarbalikkan fakta
F#m                    C#m
Bukan rahasia bila aku adalah seorang pemimpi
  B                            A
Dan aku bukanlah satu-satunya di dunia ini

 A                              E
Bukan rahasia bila kehidupan di dunia
 A                                      E
Hanyalah permainan dan senda gurau belaka
F#m                    C#m
Bukan rahasia bila aku adalah seorang pemimpi
  B                            A
Dan aku bukanlah satu-satunya di dunia ini

Reff:
           E        G#m
Bukan rahasia bila aku …
           C#m             C   B
Menginginkanmu setengah mati
           E        G#m
Bukan rahasia bila aku …
          C#m              C   B
Menunggu kamu sampai kaumau
           A
Bukan rahasia …

(interlude : A E A E)

 A                       E
Bukan rahasia bila imajinasi
 A                                E
Lebih berarti dari sekedar ilmu pasti
F#m                    C#m
Bukan rahasia bila aku adalah seorang pemimpi
  B                            A    
Dan aku bukanlah satu-satunya di dunia ini

(balik ke Reff 2x)
(coda : A)



#Anotasi:
_Bukan rahasia bila segenggam kekuasaan_
_Lebih berharga dari sekeranjang kebenaran_
Sudah dua ‘ikhwan’ yang omong  seperti itu: (1) “Setitik Kekuasaan akan mengalahkan setumpuk Kebenaran!” dan (2) “Sebaik-baik dakwah adalah dengan Kekuasaan!”
#Hm, ‘pasti’ ada dalil-nya; kalo  dari Allah SWT, kita sami’naa wa atha’naa; tetapi kalo dari Hadis, kita cek dulu #status Hadis-nya … (silakan #yang_berwenang urun rembuk, terima kasih).
Kalau seingat-setahu saya (mohon diingatkan-diberi tahu, terima kasih), kriteria #cara_sukses ‘level’ manusia itu #kebaikan, bukan kekuasaan atau kebenaran, karena manusia yang paling mulia ialah yang paling takwa (Quran) atau manusia terbaik itu yang paling bermanfaat bagi manusia lain (Hadis).

_Bukan rahasia bila penguasa pun bisa_
_Merubah sejarah dan memutarbalikkan fakta_
Ya, ganti #rezim, ganti keinginan …
#Mari_saling_ingatkan: Penjajah KITA (Portugis, Belanda-Sekutu, dan Jepang) t’lah sukses mengobok-obok #akar_sejarah kita … Kata ‘Minggu’ dari Portugis loh. Pusat studi perihal kita di Belanda loh. Jepang itu ‘Kakak’ kita loh
Mari kita #luruskan: gelar ‘haji’ … panggilan ‘ekstremis’ atawa ‘radikalis’ serta supata (Sunda: kutukan) bahwa kita bermental ‘tempe’ … ITU dari Belanda!!!
KITA bukan ingin balas dendam, tetapi kita ingin mengabarkan kepada anak-cucu kita bahwa sejarah kita telah dijungkirbalikkan oleh MEREKA!
Yang #hebat, ‘metode’ menjajah mereka bukan via militer saja, tetapi via politik ‘etis’ (kata mereka: #pendidikan ‘beradab’), maka Aceh berhasil dipecah, pulau Jawa dininabobokan sebagai feodalis-sinkretis, dan Saudara kita di Timur dihasut … Metode mereka yang paling terkenal adalah divide et impera … #sadis!
Kiwari (zaman now), setelah mengalami-melewati dua orde/era (Orde Baru ke Era Reformasi hingga kini), #podo_wae … Yang kentara bgt  di buku pelajaran “Sejarah Nasional” SD dst seperti PMP-PKn, PSPB, Kewiraan, … ada #revisi, hehe.
Ya terserah, da  nanti ge:  ganti #rezim, ganti keinginan …
Now, yang harus diantisipasi—sesungguhnya harus diatasi—adalah ‘serangan’ ‘triple F’  (food, fun, and fashion)  beserta derivasinya sebagai #senjata versi baru (konon, sejak 80-an). Ya, dengan senjata itu, mereka menjelma domba, padahal serigala, malah monyet yang jasmaninya diketahui multifungsi alias kemaruk!
Dan kita korban iklan, konsumen menggiurkan …; maka divide et impera  masih berlaku-didukung pula (#hajeuh!), meski dengan versi baru, seperti: diversifikasi, monopoli, monopsoni, oligopoli, dumping atas nama ‘nasionalisme’, atau komodifikasi alias sinkretisasi gaya baru … (#yang_berwenang tentu lebih mafhum, dimohon urun rembuk, terima kasih).
Saudaraku, kita dijajah via ekonomi!

_Bukan rahasia bila kehidupan di dunia_
_Hanyalah permainan dan senda gurau belaka_
Ya, lihat Q.s. 47: 36 dan 57: 20.

_Bukan rahasia bila imajinasi_
_Lebih berarti dari sekedar ilmu pasti_
Setuju! cincay-lah, semua bisa diatur … asal bapak senang …
Dengan #imajinasi ini, saya meyakini bahwa, pada mulanya dan seharusnya, setiap orang itu ialah filosof! Karena tugas pertama kita MEMBACA, tugas kedua MELAYANI, dan tugas ketiga MENCATAT. Apa yang tidak dipikirkan filosof, meski bersifat spekulatif? Di sinilah pentingnya agama!

_Bukan rahasia bila aku …_
_Menunggu kamu sampai kaumau_
Ya, apalagi malam Jum’at di musim penghujan ini, heuheu …
Tetapi #kemauan itu tidak bisa dipaksakan. Sesungguhnya #mau itu (hanya) hak Tuhan. Yang ndak  mau, ndak  sadar, disangkanya punya hak dan disangkanya tidak di-setting  Tuhan, wew!

_Bukan rahasia bila aku adalah seorang pemimpi_
_Dan aku bukanlah satu-satunya di dunia ini_
‘Mimpi’ itu bunga tidur alias ‘kerja’ atau ‘produk’ kita #ketika_tidak _sadar; otomatis tidak bisa dipakai sebagai ‘dalih’, apalagi sebagai ‘dalil’. Konon, orang-orang ‘suci’-lah yang berhak menafsirkan mimpi. Dalam perspektif Islam, yang berhak itu para Nabi; ini pun dengan catatan: atas petunjuk Tuhan!
Dalam realitas kehidupan sehari-hari, ‘mimpi’ dan menjadi ‘pemimpi’ (dreamer) seperti KEHARUSAN , #syarat to be a success man … to be somebody … “Gantungkan cita-citamu di langit!”
Memang di langit ada ‘gantungan’? Mungkin, maksudnya karena cita-cita itu sesuatu yang mulia, maka harus di tempatkan di tempat yang mulia juga (yang tinggi, langit); atau punya cita-cita itu harus tinggi, harus mulia, biar menjadi orang mulia; menjadi pejabat tinggi misalnya sehingga dihormati pejabat rendah … Mungkin lagi, dalam perspektif ‘taken for granted’,  bahwa di langit ‘ada’ Tuhan, ‘tempat’ Tuhan (?).
#Mimpi itu imajinasi, fantasi, atau khayalan, sehingga #pemimpi ialah pengkhayal? Ya, maka harus diwujudkan; maka harus segera bangun untuk mewujudkan ‘gambar’ dari alam tidak sadar kita itu; atawa  sekalian jangan pakai mimpi dan jangan jadi pemimpi, pakai saja yang #pasti, misal: dari pengalaman pribadi, pengetahuan dari bumi, atau dari doktrin agama.
Kenapa? Karena saya meyakini bahwa kehidupan di dunia ini #serbamungkin dan kehidupan di akhirat itu #serbapasti. Kepastian duniawi diperoleh seiring tumbuhnya kedewasaan (baca: tanggung jawab) kita; sedangkan kepastian ukhrawi diperoleh seiring tahu dirinya kita bahwa kita just  sebagai makhluk.
Nah, yang #terlalu ‘tahu diri’ mengatasnamakan diri sebagai humanis, eksistensialis, hedonis, pragmatis, bahkan ateis; maka jangan lecehkan HAM; jangan ganggu privasi orang, jangan persekusi atas nama Tuhan, … bla bla blahihi, padahal mereka ter-alienasi oleh dirinya sendiri, padahal mereka menuhankan dirinya sendiri! Capek  sendiri dech …
Ndak  percaya? Ini bukti di ke-tidak-sadar-an mereka:
_Is this the real life, is this just fantasy? … Easy come, easy go, will you let me go … Nothing realy matter, anyone can see; Nothing realy matter to me._
(Queen, “Bohemian Rhapsody”)
Lagu kesenangan atawa  kesedihan Freddie Mercury?
Lagu lainnya, misal:
_Loneliness is my hiding place_
(Queen, “Life Is Real [Song For Lennon]”, untuk John Lennon The Beatles)
Atau
_Di dalam keramaian aku masih merasa sepi_
(Dewa 2002, Ahmad Dhani, “Kosong”)

So, BroBray, kita mah  yang #pasti2_azza:  bukan mimpi, tapi cita-cita; bukan obsesi, tapi misi … seperti #teladan_kita; dia hanya manusia biasa; bukan ‘idola’ (etimologi dari bahasa Inggris: idol, ‘berhala’). Wa Allaah a’lam.


Ujungberung, 16 Desember 2017 @bulan maulid Nabi.

Kamis, 14 Desember 2017

Mumpung Hidup, Mumpung Menjabat

hapunten, urang silih emutan (Q.s. 103: 3)


#oi_ka_mana_duit zakat, pajak, … (komo: fa-i/ghanimah/luqatah/rikaz…)?
mun teu kabagian—bari na gé embung—info … info atuh: ti mana ka mana na, da asa boga hak kabéh gé, komo pasca Era Reformasi ieu ku sumanget #transparansi #akuntabilitas #partisipasi ambéh Nagara urang kuat wéh, kacuali hayang hirup olangan … teu langkung …


kok sibuk umumkan kinerja di mana-mana,
kerja gak kelihatan dan kagak berkelanjutan
padahal kata kuncinya #karaos, bukan #kahartos
(terasa = ter-rasa, bukan sekadar ‘86’)

aneh juga, meski punys relasi di ring satu
gak ngaruh tuh alias teu karaos ah!

ajaib juga, kok kinerja baik menurut olangan,
berderet prestasi kok diaku hasil sendiri?


buat yg ngebet bgt jadi #pemimpin
buat #pejabat tapi lupa …
jangan kaget akan dituntut #pertanggungjawaban (responsibility), tapi santey aja, kelak kok, tapi juga ga tau ya kapan ‘kelak’ itu: masih lama atawa sedetik kemudian? ya siap2 aja biar ga kaget, #bukan_begitu, BroBray? (dijawab: “Begitu!” kalo pertanyaan-nya:  #begitu_bukan, dijawab: “Bukan!”).


let’s grow-up together, BroBray
hatur nuhun



Ujungberung, 20171214, 15.30

Rabu, 13 Desember 2017

Belajar Mengeja 'Cinta'

Saya ingin mengerti ‘cinta’. Hingga usia ‘jelita’ (jelang lima puluh tahun) ini, saya belum mengerti apa itu ‘cinta’. Bak Komentator Bola, bolehlah saya sedikit paham di ‘atas kertas’; tetapi di ‘lapangan’, saya nol besar. Berarti cinta itu ‘bola’?

Ya, menggelinding; bisa liar, bisa teratur. Tetapi, secara deduktif, sepertinya hanya Tuhan yang bisa men-dribble  cinta. Bagaimana dengan Rabiyatul Adawiyah, sufi wanita tokoh mahabbah; apakah teori dengan praktik cintanya itu sudah klop alias sinergis dalam kehidupannya dan sesuai kehendak Tuhan? Di Islam, kepada siapa kita meniru teori dan praktik dalam bercinta? Tentu kepada muslim pertama sekaligus utama, yakni Nabi Muhammad SAW. Namun sangat disayangkan, saya nol besar dalam mengetahui teori dan praktik cinta Beliau!

Mungkin, esai monolog ini sebuah upaya menyusun serpihan teori dan praktik ‘cinta’ yang pernah berinteraksi hingga usia jelita saya. Mudah-mudahan bisa sedikit meniru gaya bercinta Nabi SAW dan sesuai kehendak Tuhan (Allah SWT), amin yRa.

Wow, itu memang sebuah keinginan--padahal mohon dimaafkan--saya tidak berwenang tadi dan saya tidak langsung membuka referensi utama umat Islam (Quran dan Hadis), saya hanya catut-catat yang ada di surface  dan mosaic  per-saya-an.

Karena judulnya ‘mengeja’, mari bikin  keratabasa (Sunda: kirata) ‘cinta’:
C         C erita             C arilah            C oba              C iri
I           I ndah              I lmu                I kuti               I man kepada
N         N an                N anti               N abi               N abi itu
T         T iada              T erus              T entu              T aat kepada
A         A khir              A malkan         A man             A llah

‘n so  pasti BroBray punya keratabasa ‘cinta’ sendiri.

Mengapa Nabi (Muhammad SAW)? Hanya mampu saya jawab dengan pertanyaan: “Mengapa Nabi Muhammad SAW menjadi kekasih Allah SWT?” Saya pun meyakini, jika kita (umatnya) rela mati #karena Beliau, karena mencintai Beliau, tentu Beliau ‘meradang’ (masygul). Beliau sangat anti syirik. Hidup-matilah karena Allah! (lihat soal ‘gegana’ Nabi di esai: http://www.kompasiana.com/aluzar_azhar/relaksasi-beragama_597112eb2bbb132256576492).

Jelas sangat berbeda dengan Romeo yang ‘rela’ mati untuk Juliet. Ada nafsu, ada frustasi, bukan cinta, bukan pengorbanan cinta! Justru ‘pengorbanan’ itu al-qurbatu  (usaha mendekati), bukan menjauhi/menumbalkan Cinta (Tuhan alias Tuhan ‘kalah’ oleh selain Tuhan), maka selagi hidup harus punya moto: “Berani hidup, bukan berani mati!” karena kitalah yang diutus ke bumi di antara berjuta sel zigot saudara kita di rahim Ibu.

Hm, romantika kehidupan: ada gembira, ada sedih; ada hujan, ada kemarau; ada kaya, ada miskin; ada berani, ada takut; ada benar, ada salah; ada sabar, ada nafsu; ada malaikat, ada setan; ada rindu, ada muak; ada cinta, ada benci; … dan hasbunal-Laah wa ni’mal-Wakiil (cukuplah Allah [menjadi Penolong] bagi kami dan Dia sebaik-baik Pelindung, Q.s. Aali ‘Imraan/3: 173, Terjemah Al-Qur’an, Kemenag, 2012).

Masalah hidup adalah ciri makhluk hidup. Konon, yang pede, orang hebat, itu ialah yang cari masalah sekaligus menyelesaikannya. Seiring bertambahnya usia alias berkurangnya jatah hidup, kita semakin tahu; seharusnya seperti padi menguning alias harus semakin tahu diri; semakin merunduk; tapi bukan pula ‘merunduk’ seperti seluruh generasi kiwari (zaman now), yang semuanya fokus ke hape  itu, bahwa di balik masalah, selalu ada hikmah.

Di usia bayi, sakit apa atau ada apa-apa disebut sebagai pertanda bahwa bayi akan bisa atau akan nambah  anu. Kata ‘bertambah’ mengandung makna ‘semakin’ atau ‘lebih’. Bertambah usia berarti usia kita lebih tua dari tahun kemarin. Bertambah usia anak kita berarti semakin tipis dompet kita. Bertambah jumlah penduduk bermakna jalanan semakin macet sekaligus kompetisi hidup semakin meningkat. #Adendum:  kota identik macet; macet pemicu stres; orang kota itu orang stres.

Preman bilang: “Lelaki dibesarkan jalanan!” (baca: dibesarkan ‘masalah’ dan tanpa buku harian, tetapi urat-oret  jejak embara, vandal di gerbang, rolling door, tembok, … sepanjang jalan, hehe). Agamawan bilang: “Masalah hidup adalah ujian keimanan” atau “Sakit itu tanda Tuhan sayang ke kita.” Menurut ekonom, masalah itu jika rugi; menurut politikus, jika kagak kepilih  lagi. Penyair bilang: “Terima kasih, cinta, sakiti aku terus, puisiku beranak-pinak!” Eh, penyanyi ber-tralala-trilili: “Nyanyikan tangis, marah, dan cinta,” dia olangan wéh  yang untung (?).

Ya, selalu ada hikmah. Biasanya, kita lelet  paham, padahal masalah itu rahmat yang tersamar (blessing in disguise).

Jalani hidup
Tenang tenang tenanglah seperti karang
Sebab persoalan bagai gelombang
Tenanglah tenang, tenanglah, Sayang
(“Lagu Satu” Iwan Fals)

Kita seperti ‘sepakat’ bahwa orang beruntung itu orang sabar karena seperti karang. Cadas, Man!  Sederhana kok  rahasia hidupnya: “Rajin pangkal pintar, hemat pangkal kaya.” Berarti, orang sabar itu pencinta sejati karena dia mencintai kehidupan (Keabadian, al-Baaqii, salah satu sifat Tuhan), bukan mencintai dunia yang jelas fana!

Hihi, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kasih contoh kata keratabasa itu ‘benci’ alias benar-benar cinta. “Biasanya untuk lelucon,” katanya. Seperti ‘jahat’ (jatuh hati) atau ‘sebel’  (senang betul). Kalau cius  (serius), tentu ‘benci’ itu antonim ‘cinta’. Kita bisa rasakan sendiri kok; cinta atau benci itu dapat menjadi ‘energi’ (stimulan) kerja dan karya kita; bahkan kinerja kita--jika dinilai dengan nurani--akan bersuara jujur: beraura-berdampak positif atau negatif!

Jangan terlalu jauhlah. Yang menilai objektif, tentu orang lain; dan biar gak capek, tentu the final of  evaluasi itu (hanya) hak Tuhan.

Olala, jangan OMDO (omong doang), cinta itu bukti, BUKTIKAN!! Cinta itu memberi, bukan take and give  (ambil dan beri) karena #bukan sedang berbisnis. Inilah yang membuat saya ‘gegana’ insani: siapa yang rela mati karena/untuk saya? Heuheu, memang blunder; katanya: jangan syirik, kok  beri bad influence?!

Saya siap mati demi istri-anak! (ini syirik). Apakah istri-anak siap mati demi saya? (ini bisnis). Itulah, saya bukan Nabi. Itulah, mengapa Muhammad menjadi kekasih Allah; bahkan Allah (dan seluruh makhluk-Nya) bershalawat untuk Nabi, sebagai bukti cinta dengan mendoakan kebaikan bagi Nabi, sekaligus bukti bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai makhluk yang paling dicintai di alam semesta.

Hm, sungguh hidup yang bermakna jika kita #dicintai ... Lakadalah, ada juga lho  yang pengen  #dihormati atau #ditakuti karena merasa terhormat atawa  adidaya! Cuciaaan dech  kamu … Semoga lekas tahu diri, #Trump, eh!

Gimana sih  teori dan praktik cinta, gaya bercinta, atau cara Nabi mengeja ‘cinta’? Pengen dongAne  juga lagi ngeja, Non … Selisik (googling) aja olangan, BroBray, jadi kita belajar bareng  mengeja ‘cinta’.

Cinta itu

Menurut KBBI, #cinta itu: (1) suka sekali; sayang benar; (2) kasih sekali; terpikat (antara laki-laki dan perempuan); (3) ingin sekali; berharap sekali; rindu; dan (4) susah hati (khawatir); risau; #cinta_bebas: hubungan antara pria dan wanita berdasarkan kemesraan, tanpa ikatan berdasarkan adat atau hukum yang berlaku; #cinta_monyet: (rasa) kasih antara laki-laki dan perempuan ketika masih kanak-kanak (mudah berubah).

Selanjutnya mohon maaf, saya baru sempat #membaca ‘cinta’ via “Al Quran Digital Versi 2.1”, Website: http://www.alquran-digital.com, E-mail: info@alquran-digital.com. Klik search, ketik ‘cinta’, kemudian saya pilih lima ayat berikut:
Q.s. 3: 31, Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Q.s. 8: 61, Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Q.s. 9: 103, Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[658]. Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda
[659]. Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.
Q.s. 49: 7, Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu ‘cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,
Q.s. 56: 37, Penuh cinta lagi sebaya umurnya.
(Dimohon bandingkan terjemah ayat-ayat tersebut dengan Muhammad Shohib dkk, Al-Qur’an dan Terjemahnya [Jakarta: Kemenag RI, 2012 atau terbitan terbaru]).

Kata kunci kelima ayat tersebut adalah (1) cinta Allah, ikuti rasul-Nya alias kekasih-Nya, berarti suka Yang Benar (Q.s. 3: 31); (2) condong damai berarti suka yang damai (Q.s.  8: 61); (3) bersih hati, suci jiwa terhadap harta berarti suka yang sederhana (Q.s. 9: 103); (4) cinta itu iman dan iman itu indah, antonimnya: benci itu kafir, fasik, dan durhaka, yang berarti fitrah manusia suka yang indah (Q.s. 49: 7); serta (5) sebaya atau sekufu berarti suka yang seimbang (Q.s. 56: 37).

Dengan demikian #bacaan saya terhadap Quran, #cinta_itu adalah:
1.      Suka kebenaran (Q.s. 3: 31).
2.      Suka kedamaian (Q.s. 8: 61).
3.      Suka kesederhanaan (Q.s. 9: 103).
4.      Suka keindahan (Q.s. 49: 7).
5.      Suka keseimbangan (Q.s. 56: 37).

Alinea di atas, saya kirim juga kepada seorang kawan baru yang keukeuh nanya  via WA: cinta itu apa, bagaimana menurut Islam, dan mana dalilnya? Kemudian dia nanya  lagi: bagaimana cinta menurut Hadis?

‘Cinta’ menurut Hadis (Hadiits), belum saya selisik secara saksama. Alinea di bawah merupakan alinea ‘terpaksa’ dihadirkan karena kawan baru itu seperti ngebet  kawin saja. Saya jawab sebagai berikut (kata/frasa diapit tanda ‘*’ menjadi huruf tebal di aplikasi WA):

Kalo *cinta versi Hadis* tentu lebih banyak, tinggal tanya ke *Ustadz Gugel* hehe; mungkin yang masyhur ( *redaksi Hadis* jadi tidak tepat dari saya, tolong cek sendiri ya) seperti: Pemuda-pemudi yang cinta dan benci karena Allah, dijamin akan dilindungi di Hari Kiamat. Orang ketiga dari sepasang kekasih yang sedang berpacaran ialah Setan. Menikahi perempuan karena (a) kekayaannya, (b) kecantikannya, (c) keturunannya, dan (d) agamanya. Pilihlah perempuan karena agamanya = inilah *cinta abadi*.

Siapa yang mencintai (baca: menyembah) Muhammad, Muhammad telah mati; tetapi siapa yang mencintai Allah, Dia hidup = *cinta benar* alias *tidak syirik* (ini *atsar*, jejak, Abu Bakar Siddiq r.a., bukan Hadis); apalagi *TAHTA* (cinta harta & wanita)--Dunia ini canda dan tipuan; atau dunia dan wanita adalah perhiasan, sebaik-baik perhiasan ialah wanita shalihah (bisa jadi ini Quran, bukan Hadis)--Berdoalah minta *pasangan hidup* dengan Q.s. 25: 74.

Bekerjalah seakan-akan kamu akan hidup selamanya, beribadahlah seakan-akan kamu akan mati besok = *cinta seimbang* (ini *atsar* ‘Ali bin Abi Thalib r.a., bukan Hadis, kalo Quran-nya lihat Q.s. 28: 77). Jangan terlalu cinta, nanti benci; jangan terlalu benci, nanti cinta (boleh jadi ini *hikmah/kata mutiara*, bukan Hadis).

met  ber-cinta karena Allah SWT, Bro.

Waduh, kalo udah chatting, jadi lupa waktu, kalo pesbukan juga … #hajeuh!  Jadi teringat slogan di akun medsos sendiri dan semoga tidak … jadi wéh kabura maqtan  (Q.s. 61: 3), yakni ‘sangatlah dibenci’ Allah jika saya sekadar jago di atas kertas.

Berarti, #cinta_ideal (standar = sejati) itu, ya gaya bercinta Nabi Muhammad SAW karena telah teruji dan terpuji di lapangan, sehingga didokumentasi dalam Quran sebagai uswah hasanah  (teladan yang baik) di mana kick-off-nya adalah ibda’ bi nafsi  (mulai dari diri-sendiri), lakukan dulu apa yang dikatakan; tidak akan menyuruh umat, apa yang tidak dilakukan Beliau.

Hayoh, siapa lagi yang jago meng-gocek (dribbling)  #bola_cinta dengan indah sesuai pakem (ketentuan) ilahiah? Padahal sudah ma’shum  (dijamin suci-dosa), tetep  ber-istighfar; sudah menjadi kekasih Tuhan, tetep  ‘gegana’, bahkan hingga detik sakratulmaut-nya, Beliau masih memikirkan nasib orang lain, mencintai umatnya, bukan dirinya (shallaallaahu’alaamuhammad shallallaahu’alaihiiwasallam).

Yang muda, yang pernah muda, belajarlah sepanjang hayat, bersama mengeja Cinta. Kita mengerti pun belum, tapi woles  saja, ini prerogatif Tuhan. Kita mah  berproses terus (in fieri): belajar-praktik, belajar praktik, terus … Cepat atawa  lambat, ada hukum kausalitas: cinta atau benci yang kita tanam?  Wa Allaah a’lam.



Ujungberung, 13 Desember 2017, 06.21.

Minggu, 10 Desember 2017

Nuansa ( Sahara Band )

Saat kupandang batas cakrawala
Menembus ruang khayal
Yang mungkin dapat
Memecah kerinduan diri

Kala redupnya tatap matamu
Dan hangatnya dekapanmu
Yang s’lalu kautawarkan untukku
Dalam rentang asmara
Menyibak nuansa cinta …
Semua tak tersisa

(instr. & kembali ke awal)

Kala redupnya tatap matamu
Dan hangatnya dekapanmu
Yang s’lalu kautawarkan untukku
Dalam rentang asmara
Menyibak nuansa cinta …
Semua tak tersisa

Coda: Uh …

Ujungberung, 20171204, 01.54


Selasa, 05 Desember 2017

Puisi | Anakku, My Daughter

(c) aluzar 20141019
Jangan ada suara balita di masjid ini!
Balita jangan terlihat dibonceng motor!
Karena aku rindu suara anakku hadir di rumah Tuhan
Karena aku pengen momotoran dengannya …

O anakku,
Kaumekar di belantara sana
Tanpaku
Kelak kau ‘kan tahu …


Basmalah, shalawat:
Rabbi hablii minash-shaalihiin (Qs 37: 100)
Rabbi hablii min-ladunka dzurriyyatan thayyibah (Qs 3: 38)
Rabbi awzi’nii an asykura ni’matakal-latii an‘amta ‘alayya wa ‘alaa waalidayya wa an a’mala shaalihan tardlaahu wa ashlihlii fii dzurriyyatii innii tubtu ilaika wa innii minal-muslimiin (Qs 46: 15)
Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a’yunin waj’alnaa lil-muttaqiina imaama (Qs 25: 74)
Aamiin yaa Allaah yaa Rabbal’aalamiin


Ujungberung, 20171202, 18.18

Minggu, 03 Desember 2017

Monolog: Mengapa Muslim Harus Kaya?

Fenomena atau Trendi?

Kaya dikit, selingkuh! Menjadi OKB (orang kaya baru), eh, hasil korupsi! ‘Mereka’ sadar/enggak  lagi make  duit Rakyat? Apa lagi atau mengapa terjadi?

Ini laporan mata dan telinga: Belum dapat SPK (surat perintah kerja), sudah santuni anak yatim; hihi, saya menyebutnya ‘money laundry  islami’. Rekayasa lelang-tender, demi nafkahi keluarga karyawan. Jualan rokok, tapi anti-rokok dan bisa naik haji.

Kemudian kasus-kasus sedikit ‘diskusi’: Perbanyak berdoa yuk, tapi korupsi jalan. Lebih afdol  sedekah 50 ribu daripada 500 rupiah. Bukan korupsi, kalau ‘hanya’ 20 % dari proyek. Anak harus jadi malaikat, biarlah kita jadi setan. Berkah hirup ti sepuh, berkah harta ti mitoha  (berkah hidup dari orangtua, berkah harta dari mertua).

(Anotasi ‘20 % dari proyek’: seorang junior usul, “Coba cantumkan dan acc  [setujui], 10 – 20 % dari RAB proposal proyek/program, sebagai fee  manajemen; jadi tidak disebut atau tidak bakalan  korupsi!” Mantap, Bro!).

Lalu saling bertanya: mengapa menjadi kaya dan mengapa tetap miskin? Pertanyaan mengapa menjadi kaya, mungkin sudah terjawab oleh tiga alinea di atas. Soal tetap miskin, seorang kawan pernah berkoar: “Selamat tinggal kemiskinan!” seraya kepit rokok ‘premium’. Selang tak bertemu, suatu masa kepergok: heuheu, lagi kepit rokok ‘generik’!

‘Kaya’ itu apa sih? Haruskah kita (muslim) itu menjadi orang kaya?

Orang Kaya Itu

Kaya itu, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia): (1) mempunyai banyak harta (uang dsb); (2) mempunyai banyak (mengandung banyak dsb); atau (3) (ber)kuasa. Kemudian frasa: ‘kaya hati’ ialah pemurah, dermawan; ‘kaya raya’ adalah kaya sekali, mempunyai harta (uang dsb) banyak sekali, miliuner, jutawan.

Sedikit soal hirarki nominal Rupiah: setelah juta adalah miliar, setelah miliar adalah triliun, dan setelah triliun adalah ‘tansiliun’! (demi mengenang ‘jasa’ Eddy Tansil  alias Tan Tjoe Hong alias Tan Tju Fuan yang ‘selonong boy’  bawa kabur duit kita, entah ke mana + fakta: utang RI telah melebihi sekian ribu triliun  alias kudu  ada nominal/nomenklatur baru).

Silakan selisik (googling): orang kaya menurut Islam, alasan mengapa muslim harus kaya, atau penghambat muslim menjadi kaya. Saya sendiri, sedikitnya men-copas  13 artikel. Ke-13 artikel itu tentu ‘basi’ jika disajikan lagi di sini. Mungkin, saya hanya akan merekap ‘memori’ melalui judul di atas: “Mengapa Muslim Harus Kaya?”

Seingat saya (kalau lupa, mohon diingatkan, terima kasih): Nabi Muhammad SAW itu ‘paling’ kaya. Ada ‘kisah’ yang menyebutkan bahwa ada yang ‘berkunjung’ ke rumah Nabi. Ke ‘Aisyah r.a. (radliyallaahu ‘anha), istrinya, Beliau menyuruh untuk memberi jamuan. ‘Aisyah bilang: “Tidak ada apa-apa di rumah.” Nabi ingat ada tiga butir buah kurma sisa semalam. Tiga butir buah kurma itu diberikan.

Hm, jadi teringat lagu Iwan Fals “Seperti Matahari”: … memberi itu terangkan hati/ seperti matahari/ yang menyinari bumi …; Fals mengutip nasihat orang-orang ‘suci’.

Soal ‘matahari’ seperti ‘hujan’; mereka memberi tanpa pamrih alias taat kepada ‘perintah’ Tuhan; mereka profesional, menjalankan tugasnya tanpa melihat siapa atau apa yang akan mendapat cahaya atau air.

Adapun soal ‘harta’, saya teringat QS 9: 103, Ambillah zakat (sedekah) dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan  dan mensucikan  mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Dengan ber-zakat, ‘membersihkan’ hati dari sifat kikir dsb serta ‘mensucikan’ harta karena dari harta kita ada ‘hak’ orang lain. Cuma ‘sebagian’ kok; sedikit kok, cuma 2,5 % dari harta kita; ini pun dari laba, bukan dari omzet! (silakan selisik: ‘tabel zakat’).

Hehe, yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari kita: Orang kaya itu harus kita jilat; kita kirim proposal; kita jadikan ‘Pembina’ di proposal kegiatan kita; kita ‘dewa’-kan; padahal kita tahu ‘sejarah’-nya menjadi orang kaya …; maka ‘wajar’ jika di negeri Ratu Elizabeth II, lahir ‘pahlawan’: Robin Hood!

Kita tidak iri kepada orang kaya. Sama kok  moto-nya: “Rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya.” Persoalannya adalah ‘kesempatan’ (nasib); bahasa agama: ‘takdir’. Silakan mau dari perspektif agama apa; kalau dari Islam: orang kaya itu lebih tahu bahwa akan ditanya dari mana dan ke mana hartanya itu?

Karena muslim ‘sepakat’ bahwa orang paling kaya di Islam itu Nabi Muhammad SAW, mungkin kita tinggal meniru Beliau seperti menjelma UHRA (QS 33: 21 dan 21: 107). Inilah yang jadi persoalan, banyak orang kaya di kita kalau sudah ‘duduk’  (baca: menjadi uswah hasanah), lupa ‘berdiri’  (baca: menjadi rahmatan lil ’aalamiin)!

Memang hak dia; harta … harta dia kok; kita kok  usil?!

Hipotesis Solusi

Hidup ‘normal’ butuh duit. Kerja butuh duit. Dakwah butuh duit. Duit itu solusi, bahkan seperti menjadi ‘tuhan’ di setiap ruwak (ruang dan waktu) kita!  Idem, gara-gara virus ‘AIDS’: Aku Ingin Duit Sekarang! Tapi: Money can buy anything, but not everything!  Yuk, kembali ke sejarah: duit sebagai alat pembayaran, pengganti barter; barteran lagi, yuk? Tetapi: Ember  (emang bener), duit itu mempermudah kita, bahkan tinggal gesek atawa  klik! Nah, menjadi si Kaya atau si Miskin itu pilihan hidup. Mata-telinga kita sudah ‘penuh’, menjadi saksi, ternyata konglomerat itu orang ‘melarat’ … Olala, tukang becak, pedagang asongan, … itu bisa tersenyum ikhlas.

Berarti kata kuncinya: qana’ah  (kanaah), yakni rela menerima yang diberikan kepada kita oleh orangtua, atasan, ataupun oleh Allah. Terkandung kata ‘syukur’. Dalam Islam, jika bersyukur, Allah akan menambah nikmat; jika ingkar, Allah akan mengazab (QS 14: 7).

Adagium: “Tangan di atas lebih mulia daripada di bawah”;  namun seperti ‘missing-link’  (Sunda: toja’iyah), yaitu harta (pajak/zakat) jangan beredar di antara orang kaya saja dan ambillah sebagian (zakat/sedekah) dari harta mereka (QS 59: 7 dan 9: 103, dua perintah Quran) dengan ‘fakta’ bahwa si Miskin malu mengambil haknya—atau kebalikannya: tidak malu dengan menjadi pengemis! n.b. etimologi ‘miskin’ dari bahasa Arab: ‘sakana’  (diam); diperparah dengan fenomenologis: orang miskin ‘dipelihara’ Negara alias ‘diternakkan’, didiamkan, bukan digerakkan-dibangkitkan menjadi orang kaya. Olala, ternyata ‘Negara’-nya masih miskin! Lho?  Promo-nya ‘kan  Negeri gemah ripah, repeh-rapih, loh jinawi?

Mungkin, missing-link  itu a-silaturahmi, malah ada yang berani mutusin  silaturahmi lho (Wow!  Watchout, Bray! Silakan googling  akibat memutuskan silaturahmi sebagai salah satu penghambat kita susah kaya), padahal jelas: silaturahmi itu luaskan rezeki, panjangkan umur (HR Bukhari).

‘Ali bin Abi Thalib r.a. (radliyallaahu ‘anhu) memberi nasihat: “Mending ilmu, ilmu menjagamu; sedangkan harta, kamu menjaganya” alias bakal riweuh  jadi orang kaya mah!

Tet tew:  mending kaya, mending miskin, BroBray?



Ujungberung, 3 Desember 2017.