Apa
itu Makar?
Definisi ‘makar’
harus disepakati. Apakah meliputi sejak tindakan hati (niat atau motif),
sehingga yang dapat ‘membacanya’ adalah aparat hebat? Apakah diskusi di ruang
kuliah hingga obrolan di kedai kopi itu juga makar? Atau apakah menunggu dulu
aksi makar dan menimbulkan korban? Tentu semua pihak tak menginginkan, yakni
pihak makar tidak ingin aksinya diketahui sebagai aksi makar dan pihak aparat
tentu bermoto pencegahan lebih baik daripada pengobatan.
Membaca UUD 1945
Pasal 28, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan
lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang;” kemudian
turunannya, Pasal 28 huruf A hingga J, mengenai HAM, akhirnya ‘dibatasi’ Negara
atas nama hukum demokratis.
Nah, membaca itu,
jika semua Rakyat tahu bahwa suara-nyalah sebagai hukum tertinggi di negeri
ini, maka tidak disebut ‘makar’ atau ‘kudeta’. Bagaimana dengan kasus kudeta di
Turki kemarin? Dalang yang dituduh makar, ndak ngaku kok alias nggak
merasa kudeta. Bagaimana juga dengan kasus ‘Supersemar’? Saya pikir tidak
dilakukan (hanya) seorang jenderal. Jangan lupa pula bagaimana Ken Arok yang
melahirkan keturunan para penguasa Nusantara dari Jawa.
Jadi, saya
melihat kemunculan istilah ‘makar’ ini sinkron dengan rasa ‘ketakutan’ rezim
penguasa (baca: bukan Negara). Mungkin, untuk tidak menimbulkan korban dari
Rakyat, dengarlah suaranya. Namun faktanya, Rakyat kita memang kudu
diprovokasi (baca: diingatkan) dan justru—yang lupa—penguasa tidak mendengarkan
suara hatinya sebagai Rakyat, padahal tinggal silaturahmi dan musyawarah.
Penguasa lebih
mempunyai peluang untuk menyelenggarakan silaturahmi dan musyawarah secara
nasional. Ini urgen daripada belum apa-apa Rancangan KUHP telah dituduh
semakin membatasi ‘kemerdekaan’ Rakyat.
Makar
adalah …
Etimologi ‘makar’
belum saya ketahui. Ini definisi ‘makar’ menurut KBBI: ‘ma-kar’ [nomina]
1 akal busuk; tipu muslihat; 2 perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang
(membunuh) orang, dsb; dan 3 perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.
Menurut id.wiktionary.org, ‘makar’ [adjektiva] itu kaku dan keras
(tentang buah-buahan); bangkar (seperti tubuh orang mati). Sinonimnya, ‘kudeta’
(perebutan kekuasaan [pemerintahan] dengan paksa) atau ‘subversi’ (gerakan
dalam usaha atau rencana menjatuhkan kekuasaan yang sah dengan menggunakan cara
di luar undang-undang).
Adapun ‘makar’
menurut KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) tercantum pada Pasal 104 hingga
107; sedangkan pada Rancangan KUHP, makar dirumuskan dalam Pasal 222 hingga
227.
Dari beberapa
artikel di situs-situs yang saya buka, tindakan dikategorikan ‘makar’ apabila sesuai
dengan maksud Pasal 53 dan 87 KUHP, yakni adanya suatu permulaan dari tindakan
pelaksanaan atau telah dimulainya perbuatan-perbuatan pelaksanaan dari si
pembuat makar.
Makar atau kudeta
pada dasarnya sebuah istilah yang dapat digunakan secara bergantian. Namun
secara umum, ‘kudeta’ lebih merujuk pada istilah politik sementara ‘makar’
merujuk pada istilah hukum. Jika merujuk pada berita-berita media beberapa
waktu lalu, tindakan orang yang ‘dianggap makar’ barulah sebatas rencana untuk
mengadakan demonstrasi-demonstrasi. Untuk itu, rumusan dan syarat delik (tindak
pidana) ini tidak dapat terpenuhi (Sumber: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt514b10b14270b/apakah-kudeta-sama-dengan-makar,
Akses: 4/12/2016). -- sumber tidak dicantumkan oleh
Kompasiana; edit
by myself mencantumkan: (Sumber: www.hukumonline.com).
Dipertegas sebuah
berita bahwa keberadaan pasal makar dalam KUHP dan revisinya dinilai
menimbulkan ancaman pelanggaran HAM. Pasalnya, penggunaan tindak pidana makar
cenderung menyasar pada konteks kebebasan berekspresi (Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2016/09/27/06195551/pasal.makar.dalam.kuhp.mengancam.kebebasan.berekspresi,
Akses: 4/12/2016). -- alinea ini dihapus Admin Kompasiana.
Tafsir
Dewasa
Jika ‘dewasa’,
kita tafsirkan ‘yang mau bertanggung jawab’, maka yang ‘dianggap’ dan yang
‘menganggap’ makar harus bertanggung jawab; serta jangan lupa, Rakyat
diberitahu secara fenomenologis bahwa selalu ada satu delik, dua tafsir; dan
nanti, sejarah mencatat siapa dewasa yang sesungguhnya. Sayangnya, saya membaca
(hanya) per rezim; ganti rezim, ya ganti pula catatan sejarah!
Terus terang, saya
tidak mempelajari trending topic makar terkini. Tetapi, mari membaca
sejarah (pohon) Bangsa dan Negara kita. Saya yakin kita semua mempunyai ‘benang
merah’ yang sama, meskipun dengan perspektif yang berbeda karena kita berpijak
pada ranting yang berbeda.
Begitu banyak isu
berseliweran. Justru tanpa isu pun, saya menjadi miris dengan ‘devide et
impera’ gaya baru alias penjajahan ekonomi di era global kaitannya dengan
posisi Indonesia. Kita ngeri jika saudara sebangsa dianggap musuh, sedangkan
orang asing (baca: orang rakus) dianggap saudara. Saya ingin Indonesia
mengadu-domba ‘kekuatan dunia’ kalau tak menjadi penebar kasih sayang di
seluruh alam (rahmatan lil ‘aalamiin). Saya ingin kita menjadi the
right man on the right place; jangan apes menjadi the right man on the
wrong place atau GR (gede rasa) menjadi the wrong man on the right place.
Karena itu, saya
hanya berharap pada kata ‘silaturahmi’ dan ‘musyawarah’ yang saya yakini dapat
terselenggara secara nasional (hanya) oleh legowo sang penguasa, daripada
berbiaya besar seperti menunggu tumbal Rakyat. Na’uudzubillaahimindzaalik.
Bandung,
4 Desember 2016.
c.q. jangan saling klaim, mending bekerja sama
hadapi musuh.
n.b. silakan cek di sini: http://www.kompasiana.com/aluzar_azhar/makar_5843a1451697738704b97a25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar