Balad OMO

Rabu, 29 November 2017

Aku Ini

Aku ini anak rumahan. Tahu, gak, semut di rumah itu banyak jenis? Belum kecoa cs; serangan udara: lalat, lebah, atau nyamuk (Wah  jadi ngeri, apalagi di dalam tubuh kita. Bayangkan: ulam, sejenis belatung di gigi kita. Kok  bisa ya makhluk ‘lemah’ ngalahin  tulang-belulang gigi; belum lagi bakteri atawa  virus … Hiyy!). O ya, tips anti-nyamuk kalau mau tidur: Pakai baju lengan panjang, sarung, plus kaus kaki. Dijamin tidur nyenyak!

Kerjaku di depan komputer. Itulah pentingnya lengan panjang, sarung, plus kaus kaki. Si ulet dan banyak nguntungin  orang itu, ‘nakal’ temani kerjaku. Aku cuek  saja. O tentu, si nyamuk ulet jua. EGP … keasyikan taktiktuk, wilayah terluar badanku kena juga ditusuk-diisapnya. Karena terlalu sering, aku pernah berdoa: “Tuhanku, karena ragaku kukunci di rumah, biarlah darahku yang bermanfaat, beredar ke mana-mana dibawa makhluk-Mu jua; utusan-Mu jugakah? Terimalah, amin yRa.”

Hanya ada televisi menemani hariku,  sebaris lagu “Aku Bosan” dari Dalbo (Iwan Fals + Sawung Jabo cs), seakan melegitimasi aku ini anak rumahan. Sampai dua televisi yang jadi korban karena nonstop nyala  24 jam. Mungkin hang, jebol-kepanasan; mungkin pula pundung  (Sunda: purik). “Hm, trims, Tipi!”  Cius, melihatmu saja tayangkan kuliner, aku kenyang. Sungguh, 4 atau 7 hari tak makan tak aneh, aku masih hidup dan tidak keluar rumah. Rekorku 9 hari tak makan! Ember, berat badanku langsung melorot 7 kg … Apakah ini tips diet ideal karena murah-meriah?

Ini cerita masa kanak, hingga kini pun aku masih ‘kanak’, maka wajar kukunci ragaku di rumah. Karena tugas kanak-kanak adalah bermain. Sementara aku sudah capek  bermain! E, ada bestari bilang: “Bermainlah dalam permainan, tapi jangan main-main. Jadilah pemain!” Hihi, maka kepada anak-anak: seriuslah bermain, jangan takut kotor … (Hoho, kayak  iklan obat anti-flu atau sabun detergen saja)! Mungkin, kepada dewasa yang masih suka ‘bermain’: Boleh, asal mau bertanggung jawab! Karena memang semua rentang usia kudu  punya tanggung jawab. Tetapi apakah semua mau bertanggung jawab? Kanak kudu  belajar, dewasa kudu  bekerja, manula kudu  jadi Bapak/Ibu bangsa, … Faktanya: dunia itu permainan (lihat QS 47: 36 dan 57: 20). Karenanya, jangan main-main, BroBray!

Olala,  begitulah kerja taktiktuk-ku (sejak 1992, sejak mesin tik), mungkin ‘begitu’ pulalah kualitasnya, hehe. Kalau kuevaluasi, kerjaku masih sebatas main-main, sekadar enjoy; pantas saja apresiasi ‘mereka’ sebungkus rokok atau paling banter sekelas goban, padahal aku berani promosi: “Karya ketik-ku mahal, karya jahit istri-ku murah. Adil kan?!” Lho?  Inilah dunia grunge, dunia kini, dunia jungkir-balik. Justru tarif-ku mahal, maka klien-ku yang miskin, ndak  mampu bayar jasaku (eh, faktanya: aku yang miskin); tetapi aneh bin ajaib: kualitas jahitan istriku sekelas butik maka ditaksir bibiku dari Jakarta @Rp 10 juta, tapi kok  gaji istriku 70 ribu rupiah per hari? Di bawah UMK = tidak manusiawi!

Selalu ada oknum, pun di dunia taktiktuk, meski seorang kawan semangati aku: “Ambillah, kalau tidak digarap, oleh orang lain …” Benar, malah bukan oleh oknum saja, tetapi sindikat juga! Alhamdulillaah, telingaku selalu terngiang lagu Iwan Fals “Kawan Temanku Punya Kawan”: Sarjana begini banyaklah di negeri ini/Tiada bedanya dengan roti.  Tentu, aku tak ingin punya andil …

“Kawan mainku, itulah aku,” demikian pungkasan kisah mini ini, “spesial untukmu, Anakku.”

Ujungberung, 28 November 2017
c.q. Tumbuhlah seperti #pohon, Anakku: berakar, berbatang, dan berdaun/berbuah (yakin, mandiri, dan melindungi/bermanfaat = berkarya), amin ya Allah, yRa.

Sabtu, 25 November 2017

Monolog Bersambung

#m01_iman_cinta
Iman percaya itu hak Tuhan, pun cinta suka, tak bisa kita paksakan kepada orang lain.
Mungkin, bisa dipancing-diundang-ditimbulkan, pun kebalikannya: ingkar atau benci.
Pertanyaannya: bisakah kita menimbulkan iman/cinta atau ingkar/benci pada orang lain? Sepertinya ‘kita’ sepakat: Penimbul iman/cinta hanya Tuhan, kita tinggal memintakannya; sedangkan penimbul ingkar/benci itu—sesungguhnya tanpa bantuan setan pun—ialah kita; tetapi lagi masak kita sandingkan setan/kita dengan Tuhan??
Cf. (confer, bandingkan): ‘yang beruntung’ itu (1) yang beriman, (2) yang beramal baik, (3) saling nasihati tentang kebenaran, dan (4) saling nasihati tentang kesabaran (QS 103: 3). Dari ayat ini, #mungkin bukti dari ‘yang beriman’ ialah yang melaksankan keimananannya dengan poin (2) sampai (4); tentu keberimanan yang bersumber dari ‘ajaran’ Yang kita imani/cintai (Tuhan).

#m02_sumber_kaya
Banyak yang ‘kaya’ oleh Quran dan Hadis; misal menjadi materi ceramah, lagu, atau tulisan.
Ada yang sadar dan mensyukuri tetapi bukan karena ingin memperkaya diri; ada pula yang tahu tapi tidak bersyukur; atau ada yang tidak sadar—disangkanya karya-nya semata—maka tidak bersyukur padahal ‘itu’ bersumber dari Quran dan Hadis.
Cf.: “Kutinggalkan ‘2’ perkara: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya agar tidak tersesat …” (konon Hadis Dla’if, lemah; versi Hadis lain: Kitabullah dan Ahl Bait).
Kemudian, bagaimana dengan #denial-isasi yang ‘kaya’, misalnya, oleh rokok yang serba-kimia itu, seperti bisa naik haji karena jualan rokok di warungnya, tetapi dia bukan perokok dan sesungguhnya dia anti-rokok? (konon: dalil yang ‘mengharamkan’ rokok adalah ayat-ayat Quran yang menyatakan bahwa siapa yang menyakiti dirinya ialah zhalim).
Kasus lain: pernah kukritik seorang Penyanyi karena lagunya nyanyikan tangis, marah, dan cinta #kami; dia sendiri kaya; sementara Kami tetap menangis, marah, dan (tetap sekadar) cinta (taat). Aku hanya mengingatkannya bahwa dia telah mencatut #HKI (hak kekayaan intelektual) Kami … tetapi akhirnya Kita taken for granted: dia jujur bahwa dia hanya menyanyi dan fakta memang dia menyuarakan tangisan, kemarahan, dan cinta Kami …

#m03_toleransi
Saling menghargai, saling menghormati, sehingga Kepercayaan adalah Agama dan sesama jenis boleh menikah; inikah toleransi? Secara etimologis berarti ‘mendiamkan’ (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh: Belanda: tolerantie) … Cf. Hadis:  Agama yang paling dicintai Allah adalah yang al-hanifiyyah al-samhah (lurus yang penuh toleransi) (HR Ahmad). Apakah tafsiran-nya bahwa yang paling beriman itu yang paling toleran (Hadis?) …

#m04_banyak_anak
Apakah umat keurus? Bagaimana dengan anak sendiri: fokuskah menciptakan anak-anak kita menjadi Rijal ghaddan (pemimpin masa depan) atau Mar’ah shalihat (perempuan baik)?

Bandung, 25 November 2017

#hari_guru_nasional: smoga dirimu slalu disayang Tuhan; smoga jasamu slalu dibalas Tuhan; mohon maaf dari muridmu