Balad OMO

Senin, 29 Mei 2017

Menjadi Imam Shalat

Dalil:
1.      Niat jadi imam shalat (innamal-a’maalu binniyyaati, HR Bukhari & Muslim).
2.      Yang menjadi imam pada satu kaum itu hendaklah yang lebih mengerti isi kitab Allah; kalau mereka bersamaan tentang mengerti isi Kitab itu hendaklah yang lebih mengerti Sunnah; kalau mereka bersamaan tentang itu hendaklah yang lebih dahulu Hijrah (ke Madinah); kalau mereka bersamaan tentang Hijrah itu hendaklah yang lebih tua umurnya; dan seseorang janganlah menjadi imam bagi orang di tempat kekuasaan orang itu; dan janganlah ia duduk di rumah seseorang di tempat yang tertentu bagi orang itu, melainkan dengan izinnya (HR Muslim).
3.      Apabila mereka itu bertiga, hendaklah seorang dari mereka menjadi imam, tetapi yang lebih patut jadi imam, ialah yang lebih mengetahui (isi Quran) (HR Muslim).
4.      Telah berkata Maalik bin al-Huwairits: Saya pernah datang kepada Nabi SAW bersama sahabat saya. Di waktu kami mau kembali, sabda Nabi SAW kepada kami: Apabila sampai waktu shalat hendaklah kamu adzan, lalu hendaklah kamu qaamat dan hendaklah orang yang tua di antara kamu menjadi imam (HR Muslim).
5.      Apabila seorang dari kamu shalat jadi imam bagi orang ramai, hendaklah ia lekaskan, karena di antara yang turut ada yang lemah, ada yang sakit, ada yang tua, tetapi apabila seorang dari kamu shalat sendiri, bolehlah ia panjangkan seberapa maunya (HR Muslim).
6.      Tidak halal seorang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian itu menjadi imam pada satu kaum melainkan dengan izin mereka; dan janganlah ia berdoa untuk dirinya saja; kalau ia berbuat begitu, berarti ia khianat kepada mereka (HR Abuu Daawuud) à doa dengan niat ‘iqtibas’ (mengganti redaksi ayat Quran ‘saya’ dengan ‘kami’).
Sumber: A. Hassan, Pengajaran Shalat (Bandung: CV Diponegoro, XVIII: 1980), hlm. 246-256.

Dalil no. 5 (HR Bukhari & Muslim) ß QS 73: 20.
Dalil no. 2 (HR Ahmad & Muslim).
7.      Dari ‘Abdullah bin ‘Umar: Telah berkata Rasulullah SAW: Allah tidak menerima shalat orang yang menjadi imam di antara satu kaum, sedang mereka benci kepadanya (HR Abu Daud & Ibnu Majah).
Sumber: Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Jakarta: Attahiriyah, XVII: 1976), hlm. 111 dan 117.

Catatan:
1.      Belajar TAJWID itu fardlu kifayah, mempraktikannya dalam membaca Quran adalah fardlu ‘ain (A. Mas’ud Syafi’i, Pelajaran Tajwid, Bandung: Putra Jaya, I: 1967), hlm. 2 (supaya lihat QS al-Muzzammil/73: 4).

2.      SUARA mu’adzin, imam/khatib, atau qari … harus lantang/jelas terdengar makmum/mustami’, fasih, dan tahsin (supaya lihat QS al-A’raaf/7: 204).

Gaji Ke-14

Waduh! makhluk apa ini?
Gaji angka sial pun ganjil
Tak cukupkah bla bla bla itu?
Padahal Syawal di 10
Padahal abdi itu abadi
Apakah 14 ingin baka dalam anomali?
Lekas tengoklah kanan-kiri!


Bandung, 20160613

Senin, 08 Mei 2017

Masjid itu 9

Masjid sebagai Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam
Bahan Khutbah Jum’at

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Hamdalah
Syahadatain
Wasiat TAQWA
Materi (ta’udz, basmalah, QS  9: 108, 9: 18, dan 72: 18 shadaqallaahhul’azhiim)

Hadirin, sidang Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
Marilah kita panjatkan puja dan puji syukur kita kehadirat Ilaahi Rabbi, Allah azza wa jalla, yang di sering ruang dan waktu, kita selalu LUPA akan segala hidayah (petunjuk), inayah (pertolongan), dan limpahan nikmat-Nya.
Shalawat dan salaam kita haturkan kepada kekasih Allah, Nabi Muhammad SAW yang telah rela menjadi ‘manusia biasa’ serta telah memberi uswah hasanah (teladan yang baik) dan rahmatan lil’aalamiin (penyebar kasih sayang bagi semesta alam) kepada kita sebagai umat pilihan dan umat akhir zaman; semoga kita selalu mau meneladani Beliau sebagai muslim pertama sekaligus utama, aamiin.

Hadirin, Khatib mengingatkan diri serta mengajak hadirin untuk meningkatkan TAQWA kita, yakni terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, dan semoga kita meninggal dalam keadaan muslim, aamiin.

Hadirin, tadi di awal, Khatib mengutip 3 (tiga) ayat Quran. Ketiga ayat ini semoga menjadi tema khutbah kali ini, yaitu: Masjid sebagai Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam.

Mari kita evaluasi MASJID kita berdasarkan ketiga ayat Quran tersebut. Pertama, mari kita dirikan ‘masjid’ (tempat sujud) kita dengan fondasi taqwa:
Artinya: Janganlah kamu shalat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguh-nya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih (QS at-Taubah/9: 108).

Kedua, mari makmurkan Masjid:
Artinya: Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk (QS at-Taubah/9: 18).

DKM (Dewan Keluarga Masjid atau Dewan Kemakmuran Masjid) merupakan organisasi yang dikelola oleh jemaah muslim dalam melangsungkan aktivitas di masjid. Setiap masjid yang terkelola dengan baik memiliki DKM dengan strukturnya masing-masing. Secara umum, pembagian kerjanya terbagi menjadi tiga, yaitu: Bidang 'Idarah (administrasi manajemen masjid), Bidang 'Imarah (aktivitas memakmurkan masjid), dan Bidang Ri'ayah (pemeliharaan fisik masjid) (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Dewan_Keluarga_Masjid, Akses: 26/10/2016).

Dan ketiga, masjid itu punya Allah SWT:
Artinya: Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorang pun di dalamnya selain (menyembah) Allah (QS al-Jinn/72: 18).

Semoga KITA sepakat bahwa membangun/merenovasi MASJID hendaknya berdasarkan TIGA ketentuan ayat tadi, yaitu: dasar taqwa, makmurkan, dan masjid itu punya Allah SWT.

Di Facebook (@20160328), saya menulis ini: “Saya sedih JIKA masjid didirikan hasil minta2 dan lebih sedih lagi JIKA masjid berdiri itu #3M, yakni selain dibangun dengan biaya minimal 3 Miliar Rupiah, juga Megah-Mewah, tapi Melompong … Ayolah, KITA bangun masjid kita dengan ‘taqwa’ … Kita jangan sedih jika masjid kita bocor … Kita harus sedih jika di masjid kita tidak ada mu’adzin, imam/khatib, ustadz, atau  qari; tidak ada fastabiqul khairaat (berlomba menjemput kebaikan) … Karena itu, ‘tusi’ (tugas dan fungsi) masjid itu FOKUS ke  kaderisasi, yaitu: estafet (ciptakan regenerasi) mu’adzin, imam/khatib, ustadz, atau  qari …”

Mari fastabiqul khairaat dengan MASJID kita ini. Silakan dengan amal jariah-nya (ZISWA), dengan ilmu bermanfaatnya (sebagai pengajar atau pelajar), dan dengan menjelma sebagai anak yang saleh, sehingga amal kita tidak putus, yang sampai ke akhirat, meski kita telah meninggal dunia …

Masjid sebagai Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam itu berarti menjadikan masjid sebagai cerminan segala kegiatan hidup kita dimulai oleh ‘aqidah (Rukun Iman), terus ke syari’ah (Rukun Islam), selanjutnya ke akhlaq/tasawuf (sarwa islami: tatacara berhubungan dengan Tuhan, sesama, dan alam).

Soal ‘kebudayaan’, para ahli sepakat menyarikan/meringkas 7 (tujuh) unsur kebudayaan, yang lazim disebut “cultural universals”, yaitu: (1) peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transpor dan sebagainya); (2) mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem produksi, sistem distribusi dan sebagainya); (3) sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, atau sistem perkawinan); (4) bahasa (lisan maupun tulisan); (5) kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya); (6) sistem ilmu pengetahuan; serta (7) religi (sistem kepercayaan).

Nah, dengan adanya MASJID semoga menjadi washilah (jembatan) yang menghubungkan dan mempercepat proses ‘berbudaya’ kita yang islami, baik dalam kehidupan bermasyarakat, maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Barakal-Laah lii wa lakum …

Khutbah II
Hamdalah
Syahadatain
Wasiat TAQWA

Hadirin, sidang Jum’at yang dirahmati Allah SWT,
Mari saling mengingatkan soal Masjid sebagai Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam
Karena masjid itu QS 9:108 dasar taqwa; 9:18 makmurkan; dan 72:18 punya Allah SWT (koinsiden QS 9: 108=9; 9: 18=9; dan 72=9: 18=9; ingat Masjid [M], ingat ‘9’). KITA sedih jika ‘3M’, sudah—minimal—tiga miliar, eh Mewah Megah Melompong!

Tips atau password-nya: DAKWAH = proselytize, yakni menarik simpatik khalayak sebagaimana QS Aali ‘Imran/3: 159.

Hadirin, sidang Jum’at yang dirahmati Allah SWT, yang salah dari Khatib, yang benar dari Allah SWT, saya memohon maaf … Mari kita BERDOA:  Semoga segala niat-cara-tujuan kita selalu sinergis dan diridai Allah SWT dan kita mendapat kebaikan di dunia dan akhirat … aamiin yRa …
Basmalah, shalawat … doa-doa …
Allaahumma tawakkalnaa ‘alal-Laah, laa haula wa laa quwwata illaa bil-Laah ‘aliyyil ‘azhiim.
aamiin yaa Allaah yaa Rabbal ‘aalamiin

Akuulu qauli haadza wa astaghfirul-Laahi lii wa lakum
Wasalam.


Ujungberung, 5 Mei 2017.
c.q. bahan Khutbah Jum’at ini diilhami ‘judul’ buku karya Sidi Gazalba, Masjid: Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka Antara, 1962).