Balad OMO

Rabu, 01 Februari 2017

Definisi Polos

#kimi_polos

Makanya jangan berpolitik terus; segala apa dipolitisasi hingga persoalan bermasyarakat.
Maka senjata makan tuan; segala siasat mantul.
Makanya jangan menganggap yang ‘polos’ itu tidak tahu apa-apa; sebagaimana ‘golput’, jangan dikira tidak berpolitik, tidak bersiasat. Justru mereka punya sikap politik; sebagaimana ‘ateis’, jangan dikira tidak bertuhan. Justru mereka menuhankan dirinya …

Dari mana saya tahu?
Sebutlah dari lagu qasidah “Perdamaian” (1979):
Rumah sakit kaudirikan
Orang sakit kauobatkan
Orang miskin kaukasihi
Anak yatim kausantuni
Bom atom kauledakkan
Semua jadi berantakan
Bingung, bingung ‘ku memikirnya

Wow, dari lagu ini bisa muncul banyak tafsir. Sebutlah teori konflik ‘modern’ bahwa korban adalah pelaku. Memang siapa korban sekaligus pelaku ISIS; memang siapa yang miskin apabila dunia damai? Memang motif apa Belanda (VOC) datang ke Indonesia atau Jepang sebagai ‘kakak’ di Asia dulu?

Dari sisi berseberangan, saya pun diingatkan dengan kisah Nabi Muhammad SAW dilempari batu di Thaif. Ribuan malaikat marah melihat kekasih Allah SWT itu berdarah; padahal satu saja (Jibril), luluh-lantak tuh kampung Thaif. Justru beliau blame it yourself (menyalahkan diri-sendiri), malah mendoakan penduduk Thaif: “Tuhanku, beri petunjuk kaumku karena mereka tidak tahu.”

‘Kepolosan’ Muhammad SAW-lah yang mengakui bahwa risalah, bahwa kerja dakwahnya belum maksimal kepada penduduk Thaif. Justru penduduk Thaif menjadi simpatik kepada beliau dan masuk Islam dengan sukarela.

Berarti polos itu ‘jujur’; sebagaimana semangat reformasi: transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Jika Pemerintah punya definisi tersendiri soal ‘polos’ ini, jangan kaget bila mantul lagi.


bdg, 20170201, 00.11