#kimi_polos
Makanya jangan berpolitik terus; segala apa dipolitisasi
hingga persoalan bermasyarakat.
Maka senjata makan tuan; segala siasat mantul.
Makanya jangan menganggap yang ‘polos’ itu tidak tahu
apa-apa; sebagaimana ‘golput’, jangan dikira tidak berpolitik, tidak bersiasat.
Justru mereka punya sikap politik; sebagaimana ‘ateis’, jangan dikira tidak
bertuhan. Justru mereka menuhankan dirinya …
Dari mana saya tahu?
Sebutlah dari lagu qasidah “Perdamaian” (1979):
Rumah sakit kaudirikan
Orang sakit kauobatkan
Orang miskin kaukasihi
Anak yatim kausantuni
Bom atom kauledakkan
Semua jadi berantakan
Bingung, bingung ‘ku memikirnya
Wow, dari lagu ini bisa muncul banyak tafsir. Sebutlah teori
konflik ‘modern’ bahwa korban adalah pelaku. Memang siapa korban sekaligus pelaku
ISIS; memang siapa yang miskin apabila dunia damai? Memang motif apa Belanda (VOC)
datang ke Indonesia atau Jepang sebagai ‘kakak’ di Asia dulu?
Dari sisi berseberangan, saya pun diingatkan dengan kisah
Nabi Muhammad SAW dilempari batu di Thaif. Ribuan malaikat marah melihat
kekasih Allah SWT itu berdarah; padahal satu saja (Jibril), luluh-lantak tuh
kampung Thaif. Justru beliau blame it yourself (menyalahkan diri-sendiri),
malah mendoakan penduduk Thaif: “Tuhanku, beri petunjuk kaumku karena mereka tidak
tahu.”
‘Kepolosan’ Muhammad SAW-lah yang mengakui bahwa risalah,
bahwa kerja dakwahnya belum maksimal kepada penduduk Thaif. Justru penduduk
Thaif menjadi simpatik kepada beliau dan masuk Islam dengan sukarela.
Berarti polos itu ‘jujur’; sebagaimana semangat
reformasi: transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Jika Pemerintah punya
definisi tersendiri soal ‘polos’ ini, jangan kaget bila mantul lagi.
bdg, 20170201, 00.11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar